Lompat ke isi

Imperium kolonial Belanda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 11 Desember 2023 17.57 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Add 3 books for Wikipedia:Pemastian (20231209)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Imperium Belanda
Nederlands-koloniale Rijk
Bendera Imperium Belanda Nederlands-koloniale Rijk
Bendera
Peta Imperium kolonial Belanda. Hijau terang: wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda; hijau gelap: wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Perusahaan Hindia Barat Belanda. Negara saat ini  Belanda  Angola  Belgia  Brazil  Chili  Ghana  Guyana  India  Indonesia  Luksemburg  Malaysia  Mauritius  Afrika Selatan  Sri Lanka  Suriname  Taiwan  Amerika Serikat  Yaman
Peta Imperium kolonial Belanda. Hijau terang: wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda; hijau gelap: wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Perusahaan Hindia Barat Belanda.
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Imperium Belanda (bahasa Belanda: Nederlands-koloniale Rijk) adalah wilayah-wilayah yang pernah dikuasai oleh Belanda dari abad ke-17 hingga abad ke-20. Belanda mengikuti jejak Portugal dan Spanyol dalam membangun imperium kolonial seberang lautan. Hal ini turut didukung oleh keterampilan Belanda dalam bidang pelayaran dan perdagangan, serta munculnya gelombang nasionalisme yang menyertai perjuangan mereka dalam meraih kemerdekaan dari Spanyol. Bersama Inggris, Belanda mendirikan jajahan dengan model negara kapitalis tidak langsung yang pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan-perusahaan kolonial, yaitu Perusahaan Hindia Timur dan Hindia Barat Belanda. Pada masa ini, penjelajah-penjelajah Belanda seperti Willem Barents, Henry Hudson dan Abel Tasman menemukan wilayah-wilayah baru bagi bangsa Eropa.

Dengan semakin berkembangnya kekuatan angkatan laut Belanda sebagai kekuatan utama pada akhir abad ke-16, Belanda mulai mendominasi perdagangan dunia pada paruh kedua abad ke-17, periode ini dikenal dengan sebutan Zaman Keemasan Belanda. Namun, Belanda harus merelakan koloni-koloninya, beserta statusnya sebagai kekuatan dunia, jatuh ke tangan Inggris dan Prancis setelah Perang Revolusi. Meskipun demikian, wilayah-wilayah seperti Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dan Suriname tetap berada di bawah kontrol Belanda hingga runtuhnya imperialisme Eropa pasca-Perang Dunia II. Sejak tahun 1950-an, Belanda masih menguasai negara-negara konstituen yang kemudian membentuk Kerajaan Belanda. Saat ini, negara-negara yang termasuk ke dalam Kerajaan Belanda adalah Belanda, Aruba, Curaçao, dan Sint Maarten.

Penggambaran Imperium Belanda yang mewakili Hindia Belanda pada tahun 1916.

Awal (1543–1602)

[sunting | sunting sumber]
Deklarasi kemerdekaan Provinsi Belanda dari raja Spanyol, Philip II

Wilayah yang kelak akan membentuk Republik Belanda pada awalnya adalah bagian dari federasi yang dikenal dengan Tujuh Belas Provinsi. Wilayah ini diperintah oleh Kaisar Romawi Suci dan Raja Spanyol, Charles V. Ia mengelola wilayah ini di bawah pemerintahan langsung pada tahun 1543. Pada tahun 1566, para penganut Protestan[catatan 1] memberontak melawan pemerintahan Katolik Roma Spanyol, yang memicu meletusnya Perang Delapan Puluh Tahun. Dipimpin oleh William dari Oranye, kemerdekaan Belanda diproklamirkan pada 1581 dengan disahkannya Undang-Undang Abjurasi. Pemberontakan ini menyebabkan terbentuknya sebuah republik Protestan merdeka di utara, tetapi Spanyol baru mengakui kemerdekaan Belanda secara resmi pada tahun 1648.

Selama berabad-abad sebelum penguasaan Spanyol, provinsi-provinsi di pesisir Belanda (dahulu bernama Holland) dan Zeeland telah menjadi pangkalan penting dalam jaringan perdagangan maritim Eropa. Lokasi geografisnya menyediakan akses mudah ke pasar Prancis, Jerman, Inggris dan Baltik.[1] Perang dengan Spanyol menguras banyak dana dan mendorong para pedagang untuk pindah dari Antwerp–sebuah kota besar di Flanders yang kemudian menjadi salah satu pusat perdagangan di Eropa–ke kota-kota di Belanda, terutama Amsterdam,[2] yang dengan cepat menjadi pusat pelayaran, perbankan, dan asuransi di Eropa.[3] Berkembangnya Amsterdam sebagai salah satu pusat perdagangan di Eropa pada tahun 1580-an mendorong Belanda untuk memperluas jaringan perdagangannya keluar Eropa Utara, terutama ke Mediterania dan Levant. Pada 1590-an, kapal-kapal Belanda mulai melakukan transaksi perdagangan dengan Brasil dan Pantai Emas Belanda (Ghana) di Afrika, dan terus berlanjut hingga ke Samudra Hindia dengan transaksi barang dagangan yang menguntungkan, yaitu rempah-rempah.[4] Hal ini mendorong munculnya kompetisi langsung antara Belanda dengan Portugis, yang telah mendominasi jaringan perdagangan selama beberapa dekade dan telah mendirikan pos-pos perdagangan di Brasil, Afrika, dan Samudera Hindia untuk memfasilitasi kegiatan perdagangan mereka. Namun, persaingan dengan Portugis ini tidak sepenuhnya dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi; sejak 1580, setelah kematian Raja Portugis Sebastian I, banyak bangsawan Portugis yang ikut berperang dalam Pertempuran Alcácer Quibir, dan mahkota Portugis juga digabungkan dengan Spanyol melalui "Penyatuan Iberia" di bawah pemerintahan penerus Kaisar Charles V, yaitu Philip II dari Spanyol. Dengan mengambil alih dominasi Portugis dalam perdagangan dunia, Belanda pada dasarnya bertujuan untuk memaksa Spanyol agar mengalihkan sumber daya militer dan keuangannya untuk membantu Portugis mempertahankan posisinya, alih-alih untuk memadamkan perjuangan kemerdekaan Belanda.[5] Hal ini kemudian memicu berkobarnya Perang Belanda-Portugis yang berlangsung selama beberapa dekade.

Pada tahun 1594, Compagnie van Verre (Perusahaan Tanah Jauh) didirikan di Amsterdam. Perusahaan ini bertujuan untuk mengirimkan dua armada ke kepulauan rempah-rempah Maluku.[6] Armada ini berlayar pada tahun 1596 dan kembali pada 1597 dengan kargo yang penuh dengan lada, yang pada saat itu harganya sangat mahal dan mampu menutupi biaya pelayaran. Pelayaran kedua (1598–1599) menghasilkan keuntungan bagi Belanda hingga 400%.[7] Kesuksesan pelayaran ini menyebabkan didirikannya sejumlah perusahaan yang saling berkompetisi untuk memfasilitasi perdagangan. Kompetisi ini ujung-ujungnya memicu terjadinya perang harga di Eropa[7]

Dalam Perang Belanda-Portugal 1602-1663 dimana terjadi konflik bersenjata antara Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie dan Geoctroyeerde Westindische Compagnie) melawan Imperium Portugis. Portugal berhasil memenangkan perang di Amerika Selatan dan Afrika, sementara Belanda menang di Timur Jauh dan Asia Selatan yang menandai pembentukan Imperium Belanda.

Zaman keemasan Belanda (1602–1652)

[sunting | sunting sumber]

Karena perang harga dan munculnya berbagai permasalahan yang disebabkan oleh persaingan antar perusahaan, Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oost-Indische Compagnie, VOC) didirikan pada tahun 1602. VOC diberikan hak khusus untuk memonopoli perdagangan Belanda di Tanjung Harapan hingga ke Selat Magellan dalam jangka waktu 21 tahun. Direktur VOC, "Heeren XVII", diberikan hak untuk mendirikan "pos dan benteng", menandatangani perjanjian-perjanjian, meminta tambahan tentara dan armada angkatan laut, serta untuk mengobarkan peperangan.[8] Perusahaan ini sendiri didirikan sebagai perseroan terbatas, serupa dengan saingannya, Perusahaan Hindia Timur Inggris (EIC) milik Kerajaan Inggris. Pada tahun 1621, Perusahaan Hindia Barat Belanda (WIC) didirikan dan diberikan hak untuk memonopoli perdagangan di wilayah-wilayah yang tidak dikontrol oleh rekan VOC nya, yakni di Atlantik, Amerika, dan pantai barat Afrika.[9]

Konflik Phillip II-Belanda

[sunting | sunting sumber]

Perang Spanyol-Belanda adalah bagian dari upaya Belanda untuk mencapai kemerdekaan dan memperoleh kebebasan beragama selama Perang Delapan Puluh Tahun. Perang ini sebagian besarnya berlangsung di benua Eropa, tetapi juga meluas hingga ke wilayah seberang laut Philip II, termasuk di tanah jajahan Spanyol dan Portugis, pos perdagangan, dan benteng-benteng yang pada saat itu dimiliki oleh Raja Spanyol dan Portugal.

Belanda diambil alih oleh Dinasti Habsburg Spanyol saat Kaisar Charles V membagi kepemilikan Imperium Habsburg setelah ia turun takhta pada tahun 1555. Pada tahun 1556, Pemberontakan Belanda meletus dan pada 1558, Republik Belanda mulai terbentuk dan segera memulai invasi untuk merebut koloni-koloni Spanyol dan Portugis di Asia dan Amerika, termasuk usahanya untuk mengambil alih Filipina.

  1. ^ Kontroversi muncul terkait dengan tanggal mulainya pemberontakan; banyak sejarawan yang bersikeras bahwa perang berawal pada tahun 1568, karena ini adalah tahun pertempuran pertama antar tentara. Namun, karena adanya periode panjang kerusuhan antara Protestan vs. Katolik yang mengarah ke perang ini, tidaklah mudah untuk memberikan tanggal yang tepat terkait dengan awal dimulainya perang. Kekerasan terbuka pertama yang memicu perang adalah ikonoklasme 1566 yang dikenal dengan Iconoclastic Fury (bahasa Belanda: Beeldenstorm), dan terkadang kerusuhan dalam melawan Spanyol seperti Pertempuran Oosterweel juga dianggap sebagai titik awal perang. Kebanyakan sumber menyatakan bahwa invasi pada 1568 yang dipimpin oleh William dari Oranye adalah awal resmi perang; artikel ini menggunakan pandangan yang ini. Awal perang kadang-kadang juga ditetapkan pada penangkapan Brielle oleh Gueux pada tahun 1572.

Daftar koloni

[sunting | sunting sumber]
No Teritori/Wilayah Periode
1 Brasil Belanda 1630–1654
2 Sailan Belanda 1640–1796
3 Pantai Emas Belanda 1598–1872
4 Loango-Angola Belanda 1641–1648
5 Hindia Belanda 1800–1949
6 Nugini Belanda 1949–1962
7 Benggala Belanda 1627–1825
8 Malabar Belanda 1661–1795
9 Koromandel Belanda 1608–1825
10 Melaka Belanda 1641–1824
11 Formosa Belanda 1624–1662
12 Nieuw Nederland 1614–1667
13 Surinam 1667–1954
14 Koloni Tanjung Belanda 1652–1806
15 Mauritius Belanda 1910–1961

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Boxer (1965), p.6.
  2. ^ Boxer (1965), p.19.
  3. ^ Taylor (2001), p. 248.
  4. ^ Boxer (1965), p.20.
  5. ^ Scammel (1989), p.20.
  6. ^ Boxer (1965), p.22.
  7. ^ a b Boxer (1965), p.23.
  8. ^ Boxer (1965), p.24.
  9. ^ Rogozinski (2000), p.62.

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]