Lompat ke isi

Bijeksi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 Oktober 2024 05.29 oleh Esther Rossini (bicara | kontrib) (Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Fungsi bijektif, f : XY, di mana himpunan X adalah {1, 2, 3, 4} dan himpunan Y adalah {A, B, C, D}. Misalnya, f (1) = D.

Dalam matematika, bijeksi, fungsi bijektif, korespondensi satu-ke-satu, atau fungsi terbalikkan adalah fungsi yang melibatkan elemen-elemen dari dua himpunan. Setiap elemen dari satu himpunan dipasangkan dengan tepat ke satu elemen dari himpunan lainnya. Setiap elemen dari himpunan lainnya dipasangkan dengan tepat ke satu elemen dari himpunan pertama. Tidak ada elemen yang tidak berpasangan atau memiliki lebih dari satu pasangan. Dalam istilah matematika, fungsi bijektif f: XY adalah pemetaan satu-ke-satu (injeksi) dan onto (surjektif) dari himpunan X ke himpunan Y.[1][2] Istilah korespondensi satu-ke-satu tidak boleh disalahartikan dengan fungsi satu-ke-satu (fungsi injeksi).

Sebuah bijeksi dari himpunan X ke himpunan Y memiliki fungsi invers dari Y ke X. Jika X dan Y adalah himpunan hingga, maka keberadaan suatu bijeksi berarti bahwa kedua himpunan tersebut memiliki jumlah elemen yang sama. Untuk himpunan tak berhingga, digunakan konsep bilangan kardinal—cara untuk membedakan berbagai ukuran himpunan tak berhingga. Fungsi bijektif dari suatu himpunan ke dirinya sendiri disebut permutasi dan himpunan semua permutasi dari suatu himpunan membentuk sebuah grup simetris. Fungsi bijektif sangat penting dalam berbagai bidang matematika termasuk definisi isomorfisme, homeomorfisme, difeomorfisme, kelompok permutasi, dan peta projektif.

Agar pasangan antara X dan Y menjadi bijeksi, empat sifat berikut harus terpenuhi:

  1. setiap elemen X harus dipasangkan dengan setidaknya satu elemen Y,
  2. tidak ada elemen X yang dipasangkan dengan lebih dari satu elemen Y,
  3. setiap elemen Y harus dipasangkan dengan setidaknya satu elemen X, dan
  4. tidak ada elemen Y yang dipasangkan dengan lebih dari satu elemen X.

Apabila sifat nomor (1) dan (2) terpenuhi, maka pasangan tersebut adalah sebuah fungsi dengan domain X. Pada umumnya, sifat nomor (1) dan (2) lebih umum ditulis sebagai pernyataan tunggal berupa "setiap elemen X dipasangkan dengan tepat ke satu elemen Y." Fungsi yang memenuhi sifat nomor (3) dikatakan "onto Y" atau disebut surjeksi (atau fungsi surjektif). Fungsi yang memenuhi sifat nomor (4) dikatakan sebagai "fungsi satu-ke-satu" dan disebut injeksi (atau fungsi injektif).[3] Dengan terminologi ini, bijeksi adalah fungsi gabungan antara surjeksi dan injeksi. Dengan kata lain, bijeksi adalah fungsi "satu-ke-satu" sekaligus fungsi "onto".[1][4]

Bijeksi terkadang dilambangkan dengan simbol anak panah ke kanan berkepala dua dan memiliki ekor (⤖), seperti pada f : XY. Simbol ini merupakan kombinasi dari simbol anak panah ke kanan berkepala dua (↠), yang digunakan untuk melambangkan surjeksi dan anak panah ke kanan berekor (↣) yang digunakan untuk melambangkan injeksi.

Penyusunan formasi pemain tim bisbol atau kriket

[sunting | sunting sumber]

Bayangkan susunan pemain pada permainan bisbol atau kriket (atau olahraga lain dengan tiap pemainnya menempati posisi tertentu). Himpunan X mewakili pemain di tim (sembilan pemain untuk baseball) dan himpunan Y mewakili urutan posisi pukulan (pertama, kedua, ketiga, dst.). Kedua himpunan tersebut kemudian dipasangkan untuk menentukan urutan posisi pemain dalam permainan ini. Sifat nomor (1) terpenuhi karena semua pemain ada di dalam daftar, sifat nomor (2) terpenuhi karena tidak ada pemain yang melakukan pukulan sebanyak dua kali (atau lebih), sifat nomor (3) menyatakan bahwa terdapat beberapa pemain yang memukul di posisi itu, dan sifat nomor (4) menyatakan bahwa dua atau lebih pemain tidak pernah memukul di posisi yang sama.

Kursi dan siswa di kelas

[sunting | sunting sumber]

Banyangkan sebuah ruang kelas dengan sejumlah kursi di dalamnya. Sekelompok siswa memasuki ruangan dan guru meminta mereka untuk duduk. Setelah melihat sekilas ke sekeliling ruangan, sang guru mendapati bahwa terdapat bijeksi antara himpunan siswa dan himpunan kursi, ditandai dengan dipasangkannya semua siswa dengan kursi yang mereka duduki. Guru tersebut dapat mengambil kesimpulan seperti ini karena:

  1. Semua siswa duduk di kursi (tidak ada yang berdiri),
  2. Tidak ada siswa yang duduk di lebih dari satu kursi,
  3. Setiap kursi diduduki oleh seorang siswa (tidak ada kursi kosong), dan
  4. Tidak ada kursi diduduki lebih dari satu siswa di atasnya.

Dengan demikian, guru tersebut dapat menyimpulkan bahwa jumlah kursi yang ada sama banyaknya dengan jumlah siswa tanpa harus menghitung kedua himpunan (baik himpunan siswa maupun himpunan kursi).

Contoh matematis

[sunting | sunting sumber]
  • Untuk semua himpunan X, fungsi identitas 1X: XX, 1X(x) = x adalah sebuah fungsi bijektif.
  • Fungsi f: RR, f(x) = 2x + 1 merupakan fungsi bijektif karena untuk setiap y ada suatu x = (y - 1)/2 sedemikian sehingga f(x) = y. Secara umum, setiap fungsi linear real, f: RR, f(x) = ax + b (dengan a adalah nol) adalah sebuah bijeksi. Setiap bilangan real y diperoleh dari (atau dipasangkan dengan) bilangan real x = (y - b)/a.
  • Fungsi f: R → (−π/2, π/2) untuk f(x) = arctan(x) adalah fungsi bijektif karena setiap bilangan real x dipasangkan dengan tepat ke satu sudut y dalam interval (−π/2, π/2) sehingga terpenuhi tan(y) = x (atau y = arctan(x)). Apabila kodomain (-π/2, π/2) dibuat lebih besar untuk menyertakan kelipatan bilangan bulat dari π/2, maka fungsi ini tidak lagi menjadi onto (surjektif) karena tidak ada lagi bilangan real yang dapat dipasangkan dengan kelipatan π/2 oleh fungsi arctan ini.
  • Fungsi eksponensial, g: RR, g(x) = ex bukan fungsi bijektif karena tidak ada nilai x dalam R yang menyebabkan g(x) = −1 menunjukkan bahwa g tidak onto (surjektif). Namun jika kodomain terbatas ke bilangan real positif , maka g akan bersifat bijektif; inversnya (lihat di bawah) adalah fungsi logaritma natural ln.
  • Fungsi h : RR +, h ( x ) = x 2 bukan fungsi bijektif: misalnya, h (−1) = h (1) = 1, menunjukkan bahwa h bukan fungsi satu-ke-satu (injeksi). Namun, jika domain dibatasi , maka h akan menjadi fungsi bijektif; kebalikannya adalah fungsi akar kuadrat positif.

Sebuah bijeksi f dengan domain X (f: X → Y dalam notasi fungsional) juga mendefinisikan hubungan sebaliknya yang dimulai dari Y dan menuju X (dengan memutar panah ke arah yang berlawanan). Berdasarkan sifat bijeksi nomor (3) dan (4), hubungan invers seperti ini merupakan sebuah fungsi dengan domain Y. Lebih dari itu, sifat nomor (1) dan (2) kemudian menyatakan bahwa fungsi invers ada dan merupakan bijeksi.[5] Suatu fungsi dapat dikatakan invertible jika dan hanya jika fungsi itu adalah sebuah bijeksi.

Dinyatakan dalam notasi matematis ringkas, fungsi f: X → Y adalah bijektif jika dan hanya jika memenuhi syarat

untuk setiap y di Y, terdapat suatu x di X dengan y = f(x).

Apabila dikaitkan kembali dengan contoh susunan pemukul bisbol, fungsi yang didefinisikan pada contoh tersebut mengambil input nama salah satu pemain dan menampilkan output posisi pemain itu dalam urutan pukulan. Karena fungsi ini adalah sebuah bijeksi, maka fungsi tersebut memiliki fungsi invers yang mengambil input posisi dalam urutan pukulan dan output pemain yang akan batting di posisi itu.

Komposisi

[sunting | sunting sumber]

Komposisi dari dua bijeksi f: X → Y dan g: Y → Z adalah sebuah bijeksi, dengan invers dari adalah .

Bijeksi terdiri dari injeksi (kiri) dan surjeksi (kanan).

Sebaliknya jika komposisi dari dua fungsi adalah bijeksi, maka f adalah injeksi dan g adalah surjeksi.[6]

Bijeksi dan kardinalitas

[sunting | sunting sumber]

Jika X dan Y adalah himpunan berhingga, maka terdapat bijeksi antara dua himpunan X dan Y jika dan hanya jika X dan Y memiliki jumlah elemen yang sama. Dalam teori himpunan aksiomatik kondisi ini memiliki definisi "jumlah elemen yang sama" (equinumerosity), dan generalisasi definisi ini ke himpunan tak berhingga mengarah ke konsep bilangan kardinal (cara untuk membedakan berbagai ukuran himpunan tak berhingga).[7]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b "The Definitive Glossary of Higher Mathematical Jargon — One-to-One Correspondence". Math Vault (dalam bahasa Inggris). 2019-08-01. Diakses tanggal 2019-12-07. 
  2. ^ "Injective, Surjective and Bijective". www.mathsisfun.com. Diakses tanggal 2019-12-07. 
  3. ^ There are names associated to properties (1) and (2) as well. A relation which satisfies property (1) is called a total relation and a relation satisfying (2) is a single valued relation.
  4. ^ "Bijection, Injection, And Surjection | Brilliant Math & Science Wiki". brilliant.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-07. 
  5. ^ Dinesh, Khattar (2011). The Pearson Guide To Complete Mathematics For The Aieee. New Delhi, India: Dorling Kindersey. 
  6. ^ Deloro, Adrien (2007). Introduction to Mathematical Reasoning (PDF). 
  7. ^ Quinlan, Rachel (2019). "Section 2.3: Infinite sets and cardinality" (PDF). http://www.maths.nuigalway.ie/. Diakses tanggal 31 Agustus 2020. 

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Topik ini adalah konsep dasar dalam teori himpunan dan dapat ditemukan dalam sumber apapun yang memuat pengantar teori himpunan. Topik mengenai teori himpunan dapat ditemukan dalam buku teks:

  • Wolf (1998). Proof, Logic and Conjecture: A Mathematician's Toolbox. Freeman. 
  • Sundstrom (2003). Mathematical Reasoning: Writing and Proof. Prentice-Hall. 
  • Smith; Eggen; St.Andre (2006). A Transition to Advanced Mathematics (6th Ed.). Thomson (Brooks/Cole). 
  • Schumacher (1996). Chapter Zero: Fundamental Notions of Abstract Mathematics. Addison-Wesley. 
  • O'Leary (2003). The Structure of Proof: With Logic and Set Theory. Prentice-Hall. 
  • Morash. Bridge to Abstract Mathematics. Random House. 
  • Maddox (2002). Mathematical Thinking and Writing. Harcourt/ Academic Press. 
  • Lay (2001). Analysis with an introduction to proof. Prentice Hall. 
  • Gilbert; Vanstone (2005). An Introduction to Mathematical Thinking. Pearson Prentice-Hall. 
  • Fletcher; Patty (1992). Foundations of Higher Mathematics. PWS-Kent. 
  • Iglewicz; Stoyle. An Introduction to Mathematical Reasoning. MacMillan. 
  • Devlin, Keith (2004). Sets, Functions, and Logic: An Introduction to Abstract Mathematics. Chapman & Hall/ CRC Press. 
  • D'Angelo; West (2000). Mathematical Thinking: Problem Solving and Proofs. Prentice Hall. 
  • Cupillari. The Nuts and Bolts of ProofsPerlu mendaftar (gratis). Wadsworth. 
  • Bond. Introduction to Abstract Mathematics. Brooks/Cole. 
  • Barnier; Feldman (2000). Introduction to Advanced Mathematics. Prentice Hall. 
  • Ash (1998). A Primer of Abstract Mathematics. MAA. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]