Herman Willem Daendels
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Herman Willem Dandles | |
---|---|
Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36 | |
Masa jabatan 5 Januari 1808 – 15 Mei 1811 | |
Gubernur Jenderal Pantai Emas Belanda | |
Masa jabatan 9 Desember 1815 – 30 Januari 1818 | |
Pendahulu Abraham floress Veer Pengganti Frans Christiaan Eberhard Oldenburg | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Hattem, Republik Belanda | 21 Oktober 1762
Meninggal | 2 Mei 1818 Elmina, Pantai Emas Belanda (sekarang Ghana) | (umur 55)
Makam | Pemakaman Belanda, Elmina |
Partai politik | Patriottentijd |
Penghargaan | |
Sunting kotak info • L • B |
Herman Willem Daendels (21 Oktober 1762 – 2 Mei 1818) adalah seorang perwira militer Belanda dan administrator kolonial yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari tahun 1808 hingga 1811.[1][2]
Masa muda
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1780 dan 1787, ia ikut para kumpulan pemberontak di Belanda dan kemudian melarikan diri ke Prancis. Di sana ia menyaksikan dari dekat Revolusi Prancis dan lalu menggabungkan diri dengan pasukan Batavia yang republikan. Akhirnya, ia mencapai pangkat Jenderal dan pada tahun 1795, ia masuk Belanda dan masuk tentara Republik Batavia dengan pangkat Letnan-Jenderal. Sebagai kepala kaum Unitaris, ia ikut mengurusi disusunnya Undang-Undang Dasar Belanda yang pertama. Bahkan ia mengintervensi secara militer selama dua kali. Tetapi invasi orang Inggris dan Rusia di provinsi Noord-Holland berakibat buruk baginya. Ia dianggap kurang tanggap dan diserang oleh berbagai pihak. Akhirnya, ia kecewa dan mengundurkan diri dari tentara pada tahun 1800. Ia memutuskan pindah ke Heerde, Gelderland.
Karier
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1806, ia dipanggil oleh Raja Belanda, Raja Louis (Koning Lodewijk) untuk berbakti kembali di tentara Belanda. Ia ditugasi untuk mempertahankan provinsi Friesland dan Groningen dari serangan Prusia. Lalu setelah sukses, pada tanggal 28 Januari 1807 atas saran Kaisar Napoleon Bonaparte, ia dikirim ke Hindia Belanda sebagai Gubernur-Jenderal.
Pengangkatan sebagai Gubernur-Jenderal
[sunting | sunting sumber]Daendels tiba di Batavia pada 5 Januari 1808 menggantikan Gubernur-Jenderal Albertus Wiese. Daendels mengemban tugas yang diberikan oleh Raja Louis dari Hollandia untuk melakukan reformasi pemerintahan yang korup peninggalan VOC. Ia juga diberi pangkat militer tertinggi sebagai marsekal Hollandia —yang diberikan setahun sebelumnya— pada 28 Januari 1807 untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Pangkat ini mulai berlaku ketika ia tiba di Jawa. Pengangkatan Daendels sebagai Marsekal Hollandia memunculkan rasa tidak senang dari Napoleon. Ia menganggap bahwa bangsa Belanda bukanllah bangsa yang bisa berperang dan tidak layak memiliki perwira dengan pangkat setinggi itu. Pada akhirnya ia menegur adiknya, Louis Bonaparte, yang pada saat itu menjadi Raja Hollandia.[3]
Gaya pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Pemerintahan Daendels di Jawa sangat berbau militeristik. Hal ini dapat dilihat dari caranya berpakaian. Tidak seperti gubernur jenderal sebelumnya pada masa VOC yang menggenakan pakaian elite kerajaan, seragam yang ia pakai adalah seragam marsekal. Selain itu, pemerintahan yang ia dirikan memiliki penjenjangan terstruktur yang terpusat mirip dengan struktur komando pasukan Napoleon. Ia juga membagi Jawa menjadi sembilan daerah administrasi yang masing-masing terdiri dari distrik yang berada di bawah kekuasaan seorang bupati.[3]
Ong Hok Ham berpendapat mengenai gaya pemerintahan militeristik Daendels:
"Memuliakan militerisasi pemerintahan penjajahan dengan memberikan semua pejabat, baik yang keturunan Eropa maupun Jawa, sebuah pangkat militer. Mungkin ia berharap bahwa ini akan membuahkan disiplin yang lebih tinggi!"
Sejak saat itu dimulailah tradisi di antara para pejabat administratif penjajahan Belanda, yang pasca 1816 disebut sebagai Pangreh Praja (Binnenlands Bestuur) dan para priyayi pasca Perang Jawa mengenakan seragam bergaya militer sebagai tanda status pegawai negeri sipil. Sebuah praktik yang masih dilakukan hingga sekarang.[3]
Reformasi administrasi pemerintahan dan peradilan
[sunting | sunting sumber]Salah satu tindakan yang diambil oleh Daendels adalah reformasi total administrasi. Daendels mengangkat semua bupati Jawa menjadi pejabat pemerintah Belanda dengan alasan agar terhindar dari beban pemerasan dan perlakuan menghina dari pejabat Eropa. Perubahan status ini menimbulkan konsekuensi yaitu kehilangan prestise dan kebebasan bertindak terhadap rakyat mereka.[4]
Daendels mengkritik sistem peradilan Batavia yang ia anggap tidak bisa menangani banyak kasus yang masuk dan penyalahgunaan kekuasaan peradilan yang makin lama makin tak tertahankan. Akibatnya ia melakukan perombakan terhadap sistem peradilan. Ia melakukan pemisahan pengadilan menjadi dua kelompok, pengadilan untuk orang Jawa dan pengadilan untuk orang Eropa, Cina, dan Arab. Untuk pengadilan pertama akan menggunakan peradilan menurut hukum dan adat istiadat Jawa. Sedangkan untuk kelompok kedua menurut peraturan perundang-undangan Hindia Belanda. Perubahan ini menimbulkan kekacauan yurisdiksi di antara pengadilan-pengadilan yang berbeda. Hukum dan adat istiadat penduduk asli mungkin masih bisa diterima atau ditolak oleh pengadilan.[4]
Pemindahan pusat Kota Batavia
[sunting | sunting sumber]Daendels tahu bahwa Batavia tidak akan pernah bisa dipakai sebagai pusat utama pertahanan Pulau Jawa. Istana tuanya, dengan tembok-tembok yang rapuh dapat dihancurkan dari laut. Iklimnya bisa membunuh serdadu garnisun bahkan sebelum musuh menyentuh pantai. Instruksi kepada Daendels memberinya hak untuk memindahkan pusat kota ke daerah yang lebih sehat dan Gubernur Jenderal pendahulunya, Van Overstraten, telah membuat rencana untuk memindahkan kedudukan pemerintahan ke pedalaman Jawa Tengah, tempat kekuatan gabungan Belanda dan raja-raja Jawa dapat melawan kekuatan yang berjumlah lebih besar dalam jangka waktu yang lebih lama. Daendels berpikir untuk memindahkan kota ke Surabaya namun ia urung melakukan rencana tersebut karena kesulitan memindahkan seluruh permukiman Batavia, gudang-gudangnya, dan kapal-kapal dengan barang dagangan yang berharga.[4]
Ia memutuskan untuk memindahkan perumahan tersebut ke pedalaman yang kala itu disebut dengan Weltevreden, yang sebelumnya merupakan salah satu lahan milik Chastelein. Bahan bangunan disediakan dengan menghancurkan sejumlah rumah dan kastil kuno Coen. Di selatan Weltevreden, satu perkampungan berbenteng dibangun dengan tujuan sebagai pusat pertahanan utama jika Britania menyerbu.[4]
Membangun Jalan Raya Pos
[sunting | sunting sumber]Selain melakukan reformasi pemerintahan dengan gaya pemerintahan yang militeristik, Daendels juga menjadi pencetus pembangunan Jalan Raya Pos yang membentang dari barat hingga timur Pulau Jawa. Pembangunan jalan ini dilakukan dengan melihat kondisi Pulau Jawa pada saat itu yang sedang diblokade oleh Inggris di bawah pimpinan Laksamana Muda Sir Edward Pellew. Blokade yang dilakukan sepanjang pesisir utara Jawa ini mengakibatkan tidak satu pun kapal yang berlayar di pesisir utara Jawa bebas dari pengawasan armada kapal Inggris. Daendels tak kehabisan akal, ia menggunakan bubuk mesiu untuk membuka jalur yang melintasi Pegunungan Priangan melalui Puncak (Megamendung), Bandung, dan Cianjur.[3]
Kembali ke Eropa
[sunting | sunting sumber]Sekembali Daendels di Eropa, Daendels kembali bertugas di tentara Prancis. Dia juga ikut tentara Napoleon berperang ke Rusia. Setelah Napoleon dikalahkan di Waterloo dan Belanda merdeka kembali, Daendels menawarkan dirinya kepada Raja Willem I, tetapi Raja Belanda ini tidak terlalu suka terhadap mantan patriot dan tokoh revolusioner ini. Akan tetapi, pada tahun 1815 ia diangkat menjadi Gubernur Jenderal di Pantai Emas Belanda, Ghana dan meninggal di sana pada tanggal 2 Mei 1818[5] Ia meninggal dunia akibat penyakit malaria.[6]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Herald van der Linde (September 24, 2020). Jakarta: History of a Misunderstood City. Marshall Cavendish International (Asia) Private Limited. hlm. Chapter 6. ISBN 9789814928014. Diakses tanggal 25 August 2021.
- ^ The only complete biography of Daendels is the now rather dated publication by Paul van 't Veer, Daendels, maarschalk van Holland (Zeist/Antwerpen: De Haan-Standaard Boekhandel 1963).
- ^ a b c d Carey, P. B. R.; A. Noor, Farish (2022). Ras, kuasa, dan kekerasan kolonial di Hindia Belanda, 1808-1830. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 33–39. ISBN 978-602-481-656-8. OCLC 1348391104.
- ^ a b c d H. M., Bernard (2022). Nusantara, Sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 230–236. ISBN 978-602-6208-06-4.
- ^ "Herman Willem Daendels". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 18 Mei 2021.
- ^ "Herman Willem Daendels - Historical figures - Rijksstudio". Rijksmuseum (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 18 Mei 2021.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Encyclopaedia Britannica, Herman Willem Daendels
- Herman Willem Daendels - Rijksmuseum, Amsterdam Diarsipkan 2015-11-17 di Wayback Machine.
Bacaan lanjutan
[sunting | sunting sumber]- Tim Historia (2019). Isnaeni, H. F., ed. Daendels: Napoleon Kecil di Tanah Jawa. Jakarta: Kompas Media Nusantara. ISBN 978-602-412-458-8.
Jabatan pemerintahan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Albertus Wiese |
Gubernur-Jenderal Hindia Belanda 1808-1811 |
Diteruskan oleh: Jan Willem Janssens |