Padatan kakao
Padatan kakao adalah campuran dari berbagai senyawa setelah mentega kakao diekstraksi dari biji kakao. Umumnya dijual dalam bentuk bubuk kakao. Perbandingan antara padatan kakao dengan mentega kakao dalam biji kakao kurang lebih 50:50.[1] Dalam pembuatan coklat, padatan kakao dibutuhkan untuk menambah massa dan umumnya digunakan pada coklat berkualitas rendah. Sedangkah coklat kualitas tinggi menggunakan lebih banyak mentega kakao dibandingkan padatan kakao.
Sifat fisik
[sunting | sunting sumber]Padatan kakao berwarna coklat muda dengan pH antara 5.1 hingga 5.4. Namun padatan kakao yang telah diproses memiliki keasaman lebih rendah (pH lebih tinggi, antara 6.8 sampai 8.1) karena alkalisasi yang mengurangi rasa pahit sehingga disukai konsumen.[2]
Nutrisi
[sunting | sunting sumber]Nilai nutrisi per 100 g (3,5 oz) | |
---|---|
Energi | 954 kJ (228 kcal) |
57.90 g | |
13.70 g | |
19.60 g | |
Mineral | Kuantitas %AKG† |
Kalsium | 13% 128 mg |
Zat besi | 107% 13.86 mg |
Magnesium | 141% 499 mg |
Mangan | 183% 3.837 mg |
Fosfor | 105% 734 mg |
Potasium | 32% 1524 mg |
Sodium | 1% 21 mg |
Seng | 72% 6.81 mg |
Komponen lainnya | Kuantitas |
Air | 3.00 g |
| |
†Persen AKG berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa. Sumber: USDA FoodData Central |
Padatan kakao menandung antioksidan flavanol dalam jumlah tinggi.[3] Selain itu terdapat juga mineral kalsium, tembaga, magnesium, fosfor, kalium, natrium, dan seng. Semua nutrisi ini lebih banyak terdapat pada padatan kakao dibandungkan mentega kakao.[4] Padatan kakao juga mengandung kafeina dan theobromin, yang jarang terdapat pada mentega kakao.[5]
Kandungan flavanoid pada padatan kakao sangat bergantung pada prosesnya.[4] Pemrosesan secara alkali dengan menggunakan proses Dutch mengurangi kandungan flavanoid secara signifikan.[3] Flavanol sangat terkait dengan kualitas kesehatan dan diketahui dapat mencegah penyakit jantung dan stroke. Flavanol diperkirakan beperan sebagai anti inflamasi dan anti platelet pada pembuluh darah sehingga mencegah penggumpalan.[6]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Steinberg, F.M.; Bearden, M.N.; Keen, C.L. (February 2003). "Cocoa and chocolate flavonoids: Implications for cardiovascular health". Journal of the American Dietetic Association. 103 (2): 215–223. doi:10.1053/jada.2003.50028. Diakses tanggal November 9, 2011.
- ^ Materials Handled Cocoa Powder: Overview. Retrieved: 2 April 2014.
- ^ a b Kenneth B. Miller, William Jeffery Hurst, Mark J. Payne, David A. Stuart, Joan Apgar, Daniel S. Sweigart and Boxin Ou. J. Agric. Food Chem., 2008, 56 (18), pp 8527–8533 DOI: 10.1021/jf801670p Publication Date (Web): August 19, 2008. Impact of Alkalization on the Antioxidant and Flavanol Content of Commercial Cocoa Powders. Retrieved: 2 April 2014.
- ^ a b Steinberg, F.M.; Bearden, M.M.; Keen, C.L. (February 2003). "Cocoa and chocolate flavonoids: Implications for cardiovascular health". 103 (2): 215–223. Diakses tanggal November 9, 2011.
- ^ "USDA National Nutrient Database for Standard Reference, Release 24, (2011)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-26. Diakses tanggal 2014-12-26.
- ^ Corti, R.; Flammer, A.J.; Hollenberg, N.K. (2009). "Cocoa and Cardiovascular Health". Circulation. Contemporary Reviews in Cardiovascular Medicine. 119: 1433–1441. doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.108.827022. Diakses tanggal November 9, 2011.