Ruptur esofagus
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Pemastian atas pernyataan dalam artikel ini dipertentangkan. |
sindrom Boerhaave | |
---|---|
Gambaran pindai CT secara aksial memperlihatkan udara ekstraluminal (pneumomediastinum) di sekitar trakea dan esofagus | |
Informasi umum | |
Spesialisasi | Gastroenterologi Pembedahan |
Ruptur esofagus adalah robekan yang menembus dinding esofagus. Kemungkinan penyebab pecahnya esofagus adalah tindakan pembedahan, muntah-muntah hebat, atau menelan sejumlah besar makanan yang tersangkut di kerongkongan, bahkan bisa terjadi secara spontan yang dikenal dengan sindrom Boerhaave. Gejalanya meliputi nyeri dada, sakit perut, demam, dan tekanan darah rendah. Ruptur esofagus bisa berakibat fatal.
Gejala klinis klasik sindrom Boerhaave adalah triad Muckler: muntah, nyeri dada, dan emfisema subkutan. Diagnosis ruptur esofagus ditegakkan melalui pemeriksaan radiologi, terutama rontgen yang menggunakan kontras untuk mengevaluasi pergerakan kontras dari esofagus.[1] Ruptur esofagus memerlukan penanganan multidisiplin.
Ruptur esofagus biasanya didiagnosis dengan endoskopi (pemeriksaan esofagus menggunakan tabung penglihatan fleksibel) atau prosedur lain yang melibatkan memasukkan instrumen ke dalam kerongkongan. Ini merupakan kondisi yang sangat serius. Kondisi yang disebabkan selama Kerongkongan dapat dimasukkan ke dalam mulut dan tenggorokan
Beberapa ruptur terjadi secara spontan, terutama pada pasien dengan esofagitis eosinofilik yang tidak diobati. Saat esofagus pecah, udara, asam lambung, dan makanan keluar melalui esofagus sehingga menyebabkan peradangan parah pada dada (mediastinitis). Cairan mungkin terkumpul di sekitar paru-paru, suatu kondisi yang disebut efusi pleura.
Komplikasi
[sunting | sunting sumber]Ruptur esofagus merupakan situasi yang mengancam jiwa yang memerlukan pengobatan segera dan tepat. Dalam kasus yang parah, mungkin terjadi robekan yang luas dan pendarahan hebat. Jika terjadi pendarahan, penderita bisa mengalami syok jika tidak ditangani dengan baik dan cepat.Tentu saja kondisi ini dapat mengancam nyawa. Penderita biasanya tampak pucat dan lemah hingga kehilangan kesadaran. Penderita luka terbuka sangat rentan terhadap infeksi. Jika dibiarkan terlalu lama, penderita bisa mengalami sepsis.bSelain itu, pasien juga berisiko mengalami gagal napas dan infeksi lain seperti mediastinitis (radang rongga dada) dan abses intratoraks (penumpukan nanah di dada).[2]
Pencegahan
[sunting | sunting sumber]Tentu saja, untuk mencegah kasus pecahnya esofagus, seseorang harus mewaspadai kondisi klinis pasien dan mewaspadai gejala khas yang dapat menyebabkan pecahnya esofagus, seperti muntah yang sering dan berlebihan. Bersiaplah untuk mencegah muntah dengan menghindari makanan yang dapat menyebabkan refluks dan muntah. Untuk menghindari terpicunya refleks muntah, tunggu sekitar 2-3 jam setelah makan sebelum berbaring.
Pencegahan juga dapat digunakan untuk mencegah komplikasi:
- Penanganan dini meliputi pengeluaran cairan (drainase) dari dada.
- Mengonsumsi antibiotik untuk mencegah atau mengobati infeksi.
- Tidak boleh makan atau minum apa pun sampai pengobatan selesai.
- Dokter akan memberi antibiotik dan cairan melalui infus.
- Nutrisi diberikan melalui selang makanan.[2]
Angka kematian
[sunting | sunting sumber]Dalam kasus ini berkisar antara 20 hingga 40 persen. Jika pasien dengan ruptur esofagus tidak segera diobati atau dalam waktu 48 jam, angka kematiannya bisa mencapai 100%. Kasus ruptur esofagus merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi, terjadi pada 1 dari 6000 kasus di seluruh dunia. Muntah yang sering dan berlebihan mungkin merupakan gejala khas sebelum pecahnya esofagus.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ general_alomedika (2023-01-09). "Ruptur Esofagus - patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan". Alomedika. Diakses tanggal 2024-03-29.
- ^ a b c Care, A. I. "Penyakit Ruptur Esofagus - Definisi, Penyebab, Gejala, dan Tata Laksana". AI Care. Diakses tanggal 2024-03-29.